BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Target Millenium
Development Goals sampai
dengan tahun 2015
adalah mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar dua per tiga
dari tahun 1990 yaitu sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup. Saat ini angka
kematian bayi masih tinggi yaitu sebesar
67 per 1000
kelahiran hidup. Penyebab
utama tingginya angka kematian
bayi, khususnya pada
masa perinatal adalah
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi yang terlahir
dengan BBLR berisiko kematian 35 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi yang
berat badan lahirnya
diatas 2500 gram. BBLR
dapat berakibat jangka
panjang terhadap tumbuh
kembang anak dan memiliki risiko penyakit jantung dan
diabetes di masa yang akan datang (Kepmenpan, 2007).
Berat badan
merupakan ukuran antropometrik
yang terpenting, dipakai pada
setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan
merupakan hasil peningkatan/penurunan dari
tulang, otot, lemak, cairan
tubuh. Berat badan
dipakai sebagai indikator
terbaik pada saat
ini untuk mengetahui keadaan gizi
dan tumbuh kembang anak (Sistiarini, 2008).
Kelahiran bayi berat badan
lahir rendah terus meningkat per tahunnya di negara maju seperti Amerika
Serikat, sedangkan di Indonesia kelahiran bayi berat badan lahir rendah justru
diikuti kematian bayi, kelahiran bayi berat badan lahir rendah tidak bisa
diabaikan begitu saja (Purwanto, 2009).
Prevalensi bayi berat badan
lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan
batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau
sosio-ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan
di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada
bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam
peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak
serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan.
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh
angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa
lanjut, angka BBLR sekitar 7,5 % (Pantiawati, 2010).
B. Tujuan
1. Tujuan
Umum
Untuk
mengetahui asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien dengan
diagnosa berat badan lahir rendah.
2. Tujuan
Khusus
a.
Untuk mengetahui pengertian
dari berat badan lahir rendah .
b.
Untuk mengetahui klasifikasi
dari berat badan lahir rendah
c.
Untuk mengetahui etiologi
berat badan lahir rendah.
d.
Untuk mengetahui tanda dan
gejala berat badan lahir rendah.
e.
Untuk mengetahui komplikasi berat
badan lahir rendah.
f.
Untuk mengetahui terapi berat
badan lahir rendah.
g.
Untuk mengetahui penatalaksanaan
berat badan lahir rendah.
C. Manfaat
1. Bagi Institusi
Sebagai koleksi baru bacaan di
perpustakaan yang dapat digunakan untuk pembelajaran dan sebagai bahan referensi
untuk memperbanyak rujukan karya ilmiah.
2. Bagi
Mahasiswa
Agar mahasiswa dapat menggunakan makalah ini sebagai bahan
referensi dalam pembelajaran serta sebagai bahan bacaan dan diskusi sesama
teman-teman sejawat.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Bayi berat lahir rendah
(BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang
masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam
setelah lahir) (Depkes RI, 2005). BBLR
adalah neonatus dengan
berat badan lahir
pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (sampai 2499
gram). Dahulu bayi ini dikatakan premature kemudian disepakati Low birth
weigth infant atau
Berat Bayi Lahir Rendah. Karena bayi tersebut tidak
selamanya prematur atau kurang bulan
tetapi dapat cukup bulan
maupun lebih bulan (Wikjosastro, 2005).
.
B. Klasifikasi
1. Klasifikasi
bayi baru lahir
Klasifikasi bayi baru lahir
berdasarkan :
a.
Berat badan
1)
Bayi berat badan lahir amat
sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1000 gram.
2)
Bayi berat badan lahir sangat
rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1500 gram.
3)
Bayi berat badan lahir cukup
rendah adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan 1501-2500 gram.
b.
Umur kehamilan atau masa
gestasi
1)
Preterm infant atau bayi
prematur adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan tidak mencapai 37 minggu.
2)
Term infant atau bayi cukup
bulan (mature atau aterm) adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan 37-42
minggu.
3)
Postterm infantatau bayi
lebih bulan adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan sesudah 42 minggu.
c.
Umur kehamilan dan berat
badan
1)
Bayi kecil untuk masa
kehamilan (KMK/small for gestational age (SGA) atau small for date (SFD)), yaitu bayi yang
lahir dengan keterlambatan pertumbuhan intrauteri dengan berat badan terletak
di bawah persentil ke-10 dalam grafik pertumbuhan intrauterin.
2)
Bayi sesuai untuk masa
kehamilan (SMK/approptiate for gestational age (AGA)), yaitu bayi yang
lahir dengan berat badan untuk masa kehamilan yang berat badannya terletak
antara persentil ke-10 dan ke-90 dalam grafik pertumbuhan intrauterin.
3)
Bayi besar untuk masa
kehamilan (large for gestational age (LGA)), yaitu bayi yang lahir dengan
berat badan lebih besar untuk usia kehamilan dengan berat badan terletak di
atas persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan intrauterin.
2. Klasifikasi
BBLR
Bayi
berat badan lahir rendah (BBLR) dapat dikelompokkan menjad prematuritas
murni dan dismaturitas.
a.
Prematuritas murni, yaitu
bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan bayi sesuai
dengan berat badan untuk usia kehamilan (berat badan terletak antara persentil
ke-10 sampai persentil ke-90) pada grafik pertumbuhan intrauterin. Bayi
prematuritas murni digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu:
1)
Bayi yang sangat prematur (extremely
premature): 24-30 minggu. Bayi dengan masa gestasi 24-27 minggu masih
sangat sukar hidup terutama di negara yang belum atau sedang berkembang. Bayi
dengan masa gestasi 28-30 minggu masih mungkin dapat hidup dengan perawatan
yang sangat intensif.
2)
Bayi pada derajat prematur
yang sedang (moderately premature) : 31-36 minggu. Pada golongan ini
kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari pada golongan pertama dan gejala
sisa yang dihadapinya di kemudian hari juga lebih ringan, asal saja pengelolaan
terhadap bayi ini benar-benar intensif.
3)
Borderline premature: masa
gestasi 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat-sifat prematur dan matur.
Biasanya beratnya seperti bayi matur dan dikelola seperti bayi matur, akan
tetapi sering timbul problematika seperti yang dialami bayi prematur, misalnya
sindrom gangguan pernapasan, hiperbilirunemia, daya hisap yang lemah dan
sebagainya, sehingga bayi harus diawasi dengan seksama.
b.
Dismaturitas, yaitu
bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya
untuk masa kehamilannya, yaitu berat badan di bawah persentil ke-10 pada kurva
pertumbuhan intrauterin. Stadium pada bayi dismatur, antara lain:
1)
Stadium pertama ditandai
dengan bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang.
2)
Stadium kedua ditandai dengan
terdapat tanda stadium pertama ditambah warna kehijauan pada kulit plasenta
dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur
dalam amnion yang kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus
dan plasenta sebagai akibat anoksia intrauterin.
3)
Stadium ketiga ditandai
dengan terdapat tanda stadium kedua ditambah kulit yang berwarna kuning, begitu
pula dengan kuku dan tali pusat, ditemukan juga tanda anoksia intrauterin
yang lama.
C. Etiologi
Etiologi atau penyebab dari
BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa gestasinya, yaitu :
1.
Komplikasi obstetrik
a.
Multipel gestation
Incompetence Pro (premature
rupture of membran) kirionitis
b.
Pregnancy induce hypertention ( PIH )
c.
Plasenta previa
d.
Ada riwayat
kelahiran prematur
2.
Komplikasi medis
a.
Diabetes maternal
b.
Hipertensi kronis
3.
Faktor ibu
a.
Penyakit, seperti toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi akut, serta
kelainan kardiovaskular.
b.
Usia ibu
1)
usia ibu dibawah 20 tahun
2)
multi gravida yang jarak
kelahirannya terlalu dekat.
c.
Keadaan sosial ekonomi
d.
Paritas
e.
Status gizi
f.
Life style
g.
Pendidikan
4. Faktor plasenta
juga mempengaruhi pertumbuhan janin yaitu besar dan berat
plasenta, tempat melekat plasenta pada
uterus, tempat insersi tali pusat,
kelainan plasenta. Kelainan
plasenta terjadi karena
tidak berfungsinya plasenta dengan
baik sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi oksigen dalam
plasenta. Lepasnya sebagian plasenta
dari perlekatannya dan posisi tali pusat
yang tidak sesuai dengan lokasi
pembuluh darah yang ada di plasenta.
D. Tanda dan Gejala
Secara umum gambaran klinis
pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
1. Berat
badan lahir< 2500 gram, panjang badan≤ 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm, lingkar
kepala< 33 Cm.
2. Masa
gestasi< 37 minggu.
3. Penampakan
fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif
lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan
sedikit, osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur,
otot masih hipotonik sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan
kepala menghadap
satu jurusan.
4. Lebih banyak tidur daripada
bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk
belum sempurna.
Manifestasi
klinis yang lain yaitu :
1. Berat
badan kurang
dari 2.500 gram
2. Kulit
tipis, transparan, lanugo banyak, ubun- ubun dan sutura lebar
3. Genetalia
imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga kurang
4. Tangis
lemah, tonus otot leher lemah.
5. Reflek
moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
6. Bila
lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
7. Tidak
tampak bayi menderita infeksi/ perdarahan intrakranial
8. Nafas
belum teratur
9. Pembuluh
darah kulit diperut terlihat banyak
10. Jaringan
mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah:
1. Suhu
Tubuh -Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna
a.
Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya
bertambah
b.
Otot bayi masih lemah -Lemak
kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas
badan
c.
Kemampuan metabolisme panas
masih rendah, sehingga bayi dengan berat badan lahir rendah perlu diperhatikan
agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat
dipertahankan.
2. Pernapasan
a.
Fungsi pengaturan
pernapasan belum sempurna
b.
Surfaktan paru-paru masih
kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
c.
Otot pernapasan dan tulang iga
lemah
d.
Dapat disertai penyakit :
penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal pernapasan.
3. Alat
pencernaan makanan
a.
Belum berfungsi sempurna
sehingga penyerapan makanan dengan lemah / kurang baik
b.
Aktifitas otot pencernaan
makanan masih belum sempurna, sehingga
pengosongan lambung berkurang
c.
Mudah terjadi regurgitasi isi
lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia
4. Hepar
yang belum matang (immatur) Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin,
sehingga mudah terjadi hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus
5. Ginjal
masih belum matang Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih
belum sempurna sehingga mudah terjadi oedema
6. Perdarahan
dalam otak
a.
Pembuluh darah bayi BBLR masih
rapuh dan mudah pecah
b.
Sering mengalami gangguan
pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya perdarahan dalam
otak
c.
Perdarahan dalam otak
memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
d.
Pemberian O2 belum mampu diatur
sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis.
E.
Komplikasi
Menurut Mitayani (2009), ada beberapa
hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani secepatnya,
antara lain:
1. Sindrom
aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi)
2. Hipoglikemia simptomatik, terutama
pada laki- laki
3. Penyakit
membran hialin yang disebabkan karena surfaktan paru
belum
sempurna/ cukup, sehingga alveoli kolaps.
Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli,
sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk
yang berikutnya.
4. Asfiksia
neonatorum.
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur
sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan karena
gangguan pertumbuhan hati.
F.
Terapi
1.
Pengaturan
Suhu Tubuh
Untuk mencegah hypotermi, perlu diusahakan lingkungan yang
cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat konsumsi oksigen paling
sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam
inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan kurang
dari 2000 gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB 2000
gram sampai 2500 gram 34 0C, agar ia dapat mempertahankan
suhu tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban inkubator
berkisar antara 50 – 60 persen. Kelembaban yang lebih tinggi diperlukan pada
bayi dengan syndroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat diturunkan
1 0C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gram.
2.
Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui
hidung, faring, trachea, bronchiolus,
bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke
alveoli. Terhambatnya jalan napas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia
dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan
asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan
asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi
surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya
diperoleh dari plasenta.
3.
Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam
tubuh, khususnya mikroba. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulin serum pada
bayi BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik
limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman. Infeksi
local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum ditandai dengan: malas
menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh meningkat, frekuensi
pernapasan meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun. Fungsi
perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari infeksi.
Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam
bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi,
perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan
antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi,
rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang yang
terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian
antibiotic yang tepat.
4.
Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara
pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan
pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI juga dapat
dikeluarkan dan
diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak
mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu Formula yang
komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR. Cara pemberian
makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk mencegah
terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus.
Pada bayi dalam incubator dengan kontak yang minimal, tempat
tidur atau kasur incubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya.
Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada
bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan sianosis ketika minum
melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikam melalui NGT Jadwal
pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR.
Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat
Badan lebih rendah.
5.
Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim
hatinya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara
efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia,
memar hemolisias dan infeksi karena hperbilirubinemia dapat menyebabkan
kernikterus maka wama bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila
ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
6.
Perawatan kulit
Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang
cukup bulan. Karena sangat sensitif dan rapuh, maka sabun yang berbasis alkalis
yang dapat merusak mantel asam tidak boleh
digunakan. Semua produk kulit (misal: alkohol, povidone iodine) harus dipergunakan
secara hati- hati. kulit harus segaera dibilas dengan air
sesudahnya karena zat-zat tersebut dapat mengakibatkan iritasi berat dan luka
bakar kimia pada bayi. Kulit sangat mudah mengalami eksoriasi dan terkelupas;
harus diperhatikan jangan sampai merusak struktur yang halus tersebut. Oleh
karena itu, ikatannya jauh lebih longgar diantara lapisan kulit tipis tersebut.
Penggunaan perekat setelah penusukan tumit atau untuk melekatkan alat pemantau
atau infus IV dapat eksoriasi kulit atau menempel erat pada permukaan kulit
sehingga epidermis dapat terkelupas dari dermis dan tertarik bersama plester
sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk mengelupas balutan atau
plester dari ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bisa
memotong ekstremitas yang kecil tersebut atau melepas klit yang terikat
longgar. Pelarut yang digunakan untuk mengelupas plester juga harus dihindari
karena cenderung mengeringkan dan membakar kulit lembut.
BAB III
TINJAUAN KASUS
FORMAT
PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK
A. Pengkajian
I. IDENTITAS
Nama :
By. J
Umur :
5 hari
Jenis Kelamin :
Perempuan
Tanggal Masuk :
12 Februari 2015
Diagnosa Medis :
BBLR
Nama Ibu : Ny. J
Umur : 38
Tahun
Agama : Islam
Suku/ Bangsa :
Aceh/Indonesia
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : IRT
|
Nama Ayah : Tn. T
Umur : 43
Tahun
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Aceh/Indonesia
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Petani
|
II. DATA SUBJEKTIF
Keluhan
utama : Bidan mengatakan bayi berat lahir rendah
dengan masa gestasi + 30 minggu.
Riwayat
penyakit sekarang : BB:1800 gram, sianosis (+)
Respon keluarga : sebelumnya ibu tidak pernah
mengalami kelahiran prematur.
Riwayat kesehatan yang lalu
a.
Riwayat prenatal dan
perinatal
Masa Kehamilan : 30 minggu
Jenis Persalinan : spontan
b.
Riwayat pemberian nutrisi
ASI Eklusif :
Tidak
Lama pemberian ASI : Belum
dilakukan
PASI sejak umur : Belum
Status kesehatan terakhir
a.
Riwayat alergi
Jenis makanan : Tidak Ada
Debu : Tidak Ada
Obat :
Tidak Ada
b.
Imunisasi Dasar : HB0 (+)
III.
DATA
OBJEKTIF
1.
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran :
Composmentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : Tidak
Dilakukan
Nadi :
112 x/i
Pernapasan :
34 x/i
Suhu :
35,2 0C
PB : 34 cm BB : 1800 gram
LK : 20 cm LD :
22 cm
|
Kulit :
Turgor elastis
Kuku :
Bersih
2.
Pemeriksaan Fisik
a.
Kepala
Rambut :
Bersih
Wajah :
Tidak Pucat
Mata :
Simetris
Telinga :
Simetris
Hidung :
Bersih
Mulut :
tidak ada stomatitis
b.
Leher : Tidak ada benjolan
c.
Dada : Simetris
d.
Abdomen
Ukuran dan bentuk : Simetris
Auskultasi :
Bising usus (+)
Perkusi :
Hipertimpani
Palpasi :
Tidak ada benjolan
e.
Anus dan rektum : normal
f.
Genitalia : normal
g.
Ekstremitas : Simetris dengan tangan kanan
terpasang infus
h.
Reflek
Reflek Blinking :
Positif
Reflek rooting :
Positif
Reflek sucking :
Positif
Reflek moro :
Positif
IV. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK
a.
Laboratorium : Tidak dilakukan
b.
Rontgen : Tidak dilakukan
c.
EKG : Tidak dilakukan
d.
USG : Tidak dilakukan
V. PENATALAKSANAAN TERAPI
NO
|
NAMA OBAT
|
DOSIS
|
EFEK KEGUNAAN
|
1
|
Inj.Cefotaxime
|
100 mg/12 jam
|
Antibiotik
|
VI.
Analisa
Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
DS: -
DO: sianosis (+)
|
Kekurangan oksigen
|
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan
|
DS: -
DO: Temp 35 0C
|
Hipotermi
|
Gangguan thermoregulasi
hipotermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh.
|
DS: -
DO: reflek menghisap lemah
|
BBLR
|
Resiko
tinggi gangguan nutrisi behubungan dengan lemahnya daya cerna dan absorbsi
makanan (imaturitas saluran cerna).
|
DS: -
DO: bayi terpasang infus
dan NGT
|
Tindakan invasive
|
Resiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan pemasangan infus dan NGT.
|
DS: orang tua cemas karena
tidak tahu dengan kondisi bayinya.
DO: terlihat gelisah
|
Kurang pengetahuan
|
Gangguan kecemasan orang
tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya.
|
VII.
Daftar
Prioritas Masalah
1.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi
surfaktan.
2.
Gangguan thermoregulasi
hipotermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh.
3.
Resiko tinggi gangguan
nutrisi behubungan dengan lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan (imaturitas
saluran cerna).
4.
Resiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan pemasangan infus dan NGT.
5.
Gangguan kecemasan orang tua
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya.
B. Diagnosa Keperawatan
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
Tanggal Ditemukan
|
Tanggal Teratasi
|
1
|
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi
surfaktan.
|
16 Februari 2015
|
Belum Teratasi
|
2
|
Gangguan thermoregulasi
hipotermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh.
|
16 Februari 2015
|
Belum Teratasi
|
3
|
Resiko tinggi gangguan
nutrisi behubungan dengan lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan
(imaturitas saluran cerna).
|
16 Februari 2015
|
Belum Teratasi
|
4
|
Resiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan pemasangan infus dan NGT
|
16 Februari 2015
|
Belum Teratasi
|
5
|
Gangguan kecemasan orang
tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya.
|
16 Februari 2015
|
Belum Teratasi
|
C. Intervensi dan Rasional
NO
|
Hari/tanggal
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Senin, 16/2/2015
|
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya ventilasi alveolar sekunder
terhadap defisiensi surfaktan.
|
Pertukaran Oksigen kembali
normal
|
-
Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
-
Therapi oksigen sesuai kebutuhan
|
-
Untuk membuka jalan nafas
-
Untuk mempertahankan kadar oksigen dalam
jaringan.
|
2
|
Senin, 16/2/2015
|
Gangguan thermoregulasi
hipotermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh.
|
Suhu tubuh bayi dalam batas
normal
|
-
Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan bayi
-
Observasi tanda vital
|
-
Untuk mecegah hipotermi
-
Untuk mengetahui adanya gangguan atau tidak.
|
3
|
Senin, 16/2/2015
|
Resiko tinggi gangguan
nutrisi behubungan dengan lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan
(imaturitas saluran cerna).
|
Kebutuhan cairan dan
elektrolit dapat terpenuhi
|
-
Kaji reflek hisap dan menelan
-
Timbang BB/hari
-
Beri ASI/PASI tiap 2 jam
-
Lakukan oral hygine
-
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
cairan sesuai kebutuhan
|
-
Reflek hisap dan menelan menandakan bayi
sudah dapat diberikan asupan peroral.
-
Status nutrisi dapat teridentifikasi
-
ASI/PASI sebagai nutrisi utama pada bayi
-
Mencegah terjadinya pertumbuhan jamur
-
Keseimbangan cairan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan
|
4
|
Senin, 16/2/2015
|
Resiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan pemasangan infus dan NGT
|
-
Tidak terjadinya infeksi
|
-
Observasi tanda infeksi
-
Lakukan perawatan infus dan NGT
-
Jaga kebersihan lingkungan bayi
-
Segera kolaborasi dengan dokter jika terjadi
infeksi
|
-
Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi
-
Mencegah terjadinya infeksi
-
Meningkatkan rasa nyaman bayi.
-
Sebagai terapi pengobatan.
|
5
|
Senin, 16/2/2015
|
Gangguan kecemasan orang
tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya.
|
Orang tua tidak lagi cemas
|
-
Kaji tingkat kecemasan
-
Jelaskan tentang kondisi bayi
-
Beri support mental
|
-
Untuk mengetahui tingkat kecemasan
-
Mengurangi kecemasan orang tua
-
Meningkatkan mental orang tua
|
D. Implementasi
No.
|
Tanggal Dan Waktu
|
Implementasi
|
1
|
16 Februari 2015
13.0
|
-
Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
-
Therapi oksigen sesuai kebutuhan
-
Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan bayi
-
Observasi tanda vital
-
Kaji reflek hisap dan menelan
-
Timbang BB/hari
-
Beri ASI/PASI tiap 2 jam
-
Lakukan oral hygine
-
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
cairan sesuai kebutuhan
-
Observasi tanda infeksi
-
Lakukan perawatan infus dan NGT
-
Jaga kebersihan lingkungan bayi
-
Segera kolaborasi dengan dokter jika terjadi
infeksi
-
Kaji tingkat kecemasan
-
Jelaskan tentang kondisi bayi
-
Beri support mental
|
2
|
5 Februari 2015
13.00
|
-
Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
-
Therapi oksigen sesuai kebutuhan
-
Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan bayi
-
Observasi tanda vital
-
Kaji reflek hisap dan menelan
-
Timbang BB/hari
-
Beri ASI/PASI tiap 2 jam
-
Lakukan oral hygine
-
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
cairan sesuai kebutuhan
-
Observasi tanda infeksi
-
Lakukan perawatan infus dan NGT
-
Jaga kebersihan lingkungan bayi
-
Segera kolaborasi dengan dokter jika terjadi
infeksi
-
Kaji tingkat kecemasan
-
Jelaskan tentang kondisi bayi
-
Beri support mental
|
E.
Evaluasi
No.
|
Tanggal dan Waktu
|
Evaluasi
|
1
|
16 Februari 2015
13.00
|
S: -
O:
Temp: 35 0C, Sianosis (+)
A: hipotermi,
sianosis
P:
-
Memberikan cairan intravena Dex 10% tetes/menit 6 tetes/i
-
Memberikan terapi oksigen 0,5 L/i
-
Mengatur suhu inkubator 35 0C
-
Memberikan diet PASI 15-20 cc/2 jam
-
Mengkaji BAB dan BAK
|
2
|
17 Februari 2015
13.00
|
S: -
O:
Temp: 35 0C, Sianosis (+)
A:
masalah teratasi sebagian
P:
-
Memberikan cairan intravena Dex 10% tetes/menit 6 tetes/i
-
Memberikan terapi oksigen 0,5 L/i
-
Mengatur suhu inkubator 35 0C
-
Memberikan diet PASI 15-20 cc/2 jam
-
Mengkaji BAB dan BAK
-
Intervensi dilanjutkan.
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bayi berat lahir rendah
(BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang
masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam
setelah lahir). BBLR adalah neonatus
dengan berat badan
lahir pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Dahulu bayi ini
dikatakan premature kemudian disepakati Low birth
weigth infant atau
Berat Bayi Lahir Rendah. Karena bayi tersebut tidak
selamanya prematur atau kurang bulan
tetapi dapat cukup bulan
maupun lebih bulan.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Agar kedepan mahasiswa yang telah
menyelesaikan pendidikan keperawatan benar – benar menjalankan pelayanan
kesehatan utama dalam mengkaji dini diagnosa asma bronchiale.
2. Bagi Intitusi Pendidikan
Agar menjadikan makalah ini sebagai
pelengkap bahan ajaran dan juga sebagai koleksi di perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif,
Mansjoer. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.
Depkes
RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Mochtar.
(2004). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Saifudin.
(2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Edisi
I Cetakan Keempat. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro
(2005). Ilmu Kebidanan edisi ketiga Cetakan ke 7. Jakarta :EGC
Wiknjosastro
(2005). Ilmu Kandungan Edisi ke dua Cetakan ke 4. Jakarta ; EGC
No comments:
Post a Comment