Kloning berasal dari kata "Klon" dalam bahasa Yunani yang berarti ranting yang dapat mereplikasi
sendiri dan akhirnya tumbuh menjadi
pohon. Kloning terjadi secara alami
dalam banyak jenis tanaman yaitu dengan cara vegetatif.
Kloning adalah cara bereproduksi secara aseksual atau untuk membuat salinan atau satu set salinan organisme mengikuti fusi atau memasukan inti diploid kedalam oosit (Seidel GE Jr., 2002). American Medical Association mendefinisikan kloning sebagai produksi dari organisme identik secara genetik melalui sel somatik transfer nuklir, walaupun definisi yang lebih luas sering digunakan untuk memasukkan produksi jaringan dan organ dari kultur sel atau jaringan menggunakan sel (Tong W F, 2002).
Kloning adalah cara bereproduksi secara aseksual atau untuk membuat salinan atau satu set salinan organisme mengikuti fusi atau memasukan inti diploid kedalam oosit (Seidel GE Jr., 2002). American Medical Association mendefinisikan kloning sebagai produksi dari organisme identik secara genetik melalui sel somatik transfer nuklir, walaupun definisi yang lebih luas sering digunakan untuk memasukkan produksi jaringan dan organ dari kultur sel atau jaringan menggunakan sel (Tong W F, 2002).
Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan populasi serupa
genetik individu identik yang terjadi di alam saat organisme seperti bakteri,
serangga atau tanaman bereproduksi secara aseksual. Secara definisi, kloning
adalah sekelompok organisme hewan maupun tumbuhan melalui proses reproduksi
aseksual yang berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota klon tersebut
memiliki jumlah dan susunan gen yang sama sehingga kemungkinan besar fenotifnya
juga sama (Rusda, 2003).
Setiap kloning manusia memerlukan sel somatik dan dan tetap
memerlukan sel telur (oosit). Sel somatik adalah semua sel, selain sel
reproduksi. Dalam setiap sel terdapat organel berupa dinding sel, membrane sel,
nucleus. Dinding sel berfungsi untuk melindungi dan menguatkan sel.
Membrane sel sebagai pengatur peredaan zat dari dan ke dalam sel. Nucleus
adalah pengatur segala seluruh kegiatan hidup dari sel, termasuk proses
perkembangbiakan. Inti sel ini yang diperlukan dalam kloning.
2.
Sejarah Kloning
Kata kloning berasal dari
kata bahasa Inggris “clone”, pertama kali diusulkan oleh Herbert Webber pada
tahun 1903 untuk mengistilahkan sekelompok makhluk hidup yang dilahirkan tanpa
proses seksual dari satu induk. Secara alami kloning hanya terjadi pada tanaman
: menanam pohon dengan stek. Kloning pada tanaman dalam arti melalui kultur sel
mula-mula dilakukan pada tanaman wortel. Dalam hal ini sel akar wortel dikultur, dan tiap
selnya dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap. Teknik ini digunakan untuk membuat
klon tanaman dalam perkebunan. Dari sebuah sel yang mempunyai sifat unggul,
kemudian dipacu untuk membelah dalam kultur, sampai ribuan atau bahkan sampai
jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan gen yang sama, sehingga tiap sel
merupakan klon dari tanaman tersebut.
Pada tanggal 13 Oktober
1993, dua peneliti Amerika, Jerry L. Hall dan Robert J. Stillman dari
Universitas George Washington mengumumkan hasil kerjanya tentang kloning
manusia dengan menggunakan metode embryo splitting (pemisahan embrio ketika
berada dalam tahap totipotent) atas embrio yang dibuat secara in vitro
fertilization (IVF). Dari proses embrio splitting tersebut, Hall dan
Stillman mendapatkan 48 embrio baru yang secara genetis sama persis. Penelitian
terhadap kloning ini pun tetap berlanjut. Sejarah tentang hewan kloning telah
muncul sejak tahun 1900, tetapi hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat
penelitian Dr. Ian Willmut seorang ilmuwan skotlandia pada tahun 1997, dan
untuk pertama kali membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan pada hewan mamalia
dewasa.
Seeokor biri-biri yang bernama Dolly, telah berhasil dikloning oleh
pakar rekayasa genetika Ian Wilmut. Pada tanggal 3 April 1999, Dolly melahirkan
tiga anak kembar dengan alami. Proses kloning Dolly dengan cara mengambil
sebuah inti sel yang berisi DNA dari biri-biri yang akan di clone, kemudian
disuntikkan ke dalam telur biri-biri betina, yang intinya sudah dibuang. Telur
yang intinya diganti tadi, diberi kejutan listrik untuk memulai proses
pertumbuhannya menjadi embrio. Setelah terjadi proses pembelahan sel yang
dianggap cukup, embrio ditanamkan kembali kedalam rahim biri-biri betina,
dimana embrio itu tumbuh dan kemudian lahir.
Dari berhasilnya kloning pada hewan mulailah percobaan pada
manusia. Clonaid perusahaan bioteknologi di Bahama, yang sukses menghasilkan
manusia kloning pertama di dunia tanggal 26 Desember 2002. Bayi berberat
sekitar 3.500 gram berjenis kelamin perempuan yang diberi sebutan Eve itu, kini
dalam kondisi sehat. Bayi itu merupakan kloning dari seorang wanita Amerika
Serikat berusia 31 tahun yang pasangannya infertile. Kelahiran bayi kloning
kedua ialah dari perempuan lesbian Belanda keesokan harinya Sabtu, 4 Januari
2003. Kelompok yang menamakan diri dengan Raelians ini mengaku mempunyai
pengikut sektar 55 000 orang di seluruh dunia. 10 Sekte ini juga mengkalim pada
tanggal 23 Januari 2003 telah melahirkan seorang bayi kloning yang dilahirkan
di Jepang.
Tim ilmuwan dari AS mengklaim telah berhasil memanfaatkan teknik
kloning untuk membuat lima embrio manusia. Dari kelima embrio, tiga di
antaranya dipastikan kloning dari dua orang pria. Terobosan ini berhasil
dilakukan Stemagen Corp di La Jolla, California menggunakan teknik yang disebut
SCNT (Somatik Cell Nuclear Transfer). Inti sel telur diambil kemudian
diisi inti sel somatik, dalam hal ini digunakan sel kulit. Teknik seperti ini
dipakai Ian Wilmut dan kawan-kawan untuk membuat Dolly, domba kloning pertama.
Sel telur yang telah diisi inti sel somatik tersebut dibudidayakan dalam
lingkungan bernutrisi sampai tumbuh menjadi embrio. Setelah lima hari,
terbentuk embrio yang tersusun dari kumpulan sekitar 150 sel.
Embrio-embrio tersebut tidak dimaksudkan untuk dikembangkan menjadi
janin, melainkan sebagai sumber sel induk embrionik. Jenis sel induk yang
terbentuk pada embrio tua yang akan berkembang menjadi janin ini sangat berguna
karena dapat tumbuh menjadi tulang, daging, kulit, dan jaringan tubuh lainnya.
Pada penelitian kali ini, para peneliti Stemagen belum mengekstrak sel induk
embrionik dari embrio hasil kloning. Namun, mereka sudah berhasil membuktikan
bahwa embrio tersebut merupakan hasil kloning karena memiliki DNA yang sama
dengan pria yang menjadi donornya.
Tanggal 3 maret 2009, seorang dokter di Italia menyatakan dirinya
sukses mengkloning tiga bayi yang kini hidup di Eropa. Ia bernama Severino
Antinori, seorang dokter ginekolog. Kloning itu ia lakukan pada dua bayi
laki-laki dan seorang perempuan yang kini berusia sembilan tahun. Mereka lahir
dengan sehat dan dalam kondisi kesehatan yang prima saat ini. Proses kloning
dilakukan dengan cara sel telur dari ibu ketiga bayi dibuahi di laboratorium
dengan metode yang diklaimnya sebagai transfer nuklir. Menurutnya, metode yang
dilakukannya adalah pengembangan dari teknik yang pernah dilakukan terhadap
pengkloningan domba Dolly pada 1996.
Teknik yang diterapkan grup Antinori identik dengan teknik kloning
hewan. Menurut Panos Zavos, seorang profesor fisiologi reproduksi dari
Universitas Kentucky Amerika Serikat, kloning manusia bertujuan membantu
pasangan yang tak bisa memperoleh keturunan, dengan catatan pasangan itu tak
hendak menginginkan anak biologis yang berasal dari sel telur atau sperma orang
lain. Zavos menjamin, teknologi grupnya tak akan digunakan bagi individu yang
ingin membuat kloning dirinya sendiri.
Zavos juga meyakinkan bahwa bayi hasil kloning akan dilahirkan
dalam waktu paling lambat 24 bulan. Zavos sudah menetapkan biaya untuk setiap
orang yang ingin mengkloning. Biaya yang ditetapkan 45.000 dollar AS hingga
75.000 dollar AS atau sekitar Rp 492,3 juta sampai Rp 820,5 juta (kurs Rp
10.940). Menurut pemaparanya, dunia harus siap menghadapi fakta teknologi
kloning manusia yang sudah hadir. Oleh karena itu lebih baik menangani
teknologi itu secara baik dan bertanggung jawab ketimbang menafikannya.
Rencana Zavos dan kawan-kawannya dikritik keras oleh Griffin,
seorang ilmuwan yang berhasil mengkloning Dolly dan juga menjabat sebagai
Asisten Direktur Roslin Institute di Skotlandia. Menurut Griffin, rencana itu
justru tak bertanggung jawab. Sebab, banyak kasus hewan kloning meninggal dalam
kandungan atau sesaat setelah lahir. Bila teknik itu tetap diterapkan pada
manusia, langkah itu selain menumbuhkan harapan palsu juga sangat berbahaya
bagi ibu ataupun anak.
Dua minggu sebelumnya yaitu 23 April 2009, Dr Panayiotis Zavos
bersama timnya telah berhasil memproduksi pengkloningan embrio tiga orang yang
telah mati, termasuk seorang gadis berusia 10 tahun bernama Cady yang tewas
dalam tabrakan mobil di AS. Sel darah Cady dibekukan dan dikirimkan kepada
Zavos. Proses kloning itu direkam dalam sebuah video di sebuah laboratorium
rahasia di Timur Tengah. Zavos mengakui mendapat tekanan berat saat akan
membuat bayi kloning Cady. Sebab, dia tidak yakin bisa menghasilkan bayi
kloning yang sehat.
Berikut secara ringkas nama-nama ilmuwan yang memiliki andil di
dunia pengkloningan, yaitu;
1962 - John Gurdon mengklaim telah mengkloning katak
dari sel dewasa.
1963 - J.B.S. Koin Haldane 'clone' istilah
1966 - Pembentukan kode genetik lengkap
1967 - Enzim DNA ligase terisolasi
1969 - Shapiero dan Beckwith mengisolasi gen pertama
1970 - enzim restriksi Pertama terisolasi
1972 - Paul berg menciptakan molekul DNA rekombinan
pertama
1973 - Cohen dan Boyer menciptakan organisme pertama
DNA rekombinan
1977 - Karl Illmensee mengklaim telah menciptakan
tikus dengan hanya satu orangtua
1979 - Karl Illmensee membuat klaim telah kloning
threemice
1983 - Solter dan McGrath sekering sel embrio tikus
dengan telur tanpa inti, tetapi gagal untuk mengkloning teknik mereka
1984 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio
1985 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio. Steen
Wiladsen bergabung Genetika Grenad untuk mengkloning sapi secara komersial
1986 - Steen Wiladsen klon ternak dari sel dibedakan
1986 - Pertama, Prather, dan klon Eyestone sapi dari
sel embrio
1990 - Proyek Genom Manusia dimulai
1996 - Dolly, hewan pertama yang dikloning dari sel
dewasa lahir
1997 -
Presiden Bill Clinton mengusulkan moratorium lima tahun pada kloning
1997 -
Richard Benih mengumumkan rencananya untuk mengkloning manusia
1997-
Wilmut dan Campbell menciptakan Dolly, domba kloning dengan gen manusia dimasukkan
1998 -
Teruhiko Wakayama menciptakan tiga generasi tikus kloning genetik identik.
3.
Jenis Kloning
Jika ditinjau dari cara kerja dan tujuan pembuatannya, kloning
dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
a.
Kloning Embrional (Embryonal Cloning)
Kloning
embrional adalah teknik yang dilakukan untuk memperoleh kembar identik, meniru
apa yang terjadi secara alamiah. Setelah pembuahan terjadi, beberapa buah sel
dipisahkan dari embrio hasil pembuahan. Setiap sel tersebut kemudian dirangsang
dalam kondisi tertentu untuk tumbuh dan berkembang menjadi embrio duplikat yang
selanjutnya diimplementasikan dalam uterus agar berkembang menjadi individu
baru yang memiliki komposisi materi genetik yang sama dengan klonnya.
b.
Kloning DNA Dewasa (Adult DNA Cloning)
atau disebut juga kloning reproduktif (Reproductive
Cloning)
Kloning
DNA dewasa atau kloning reproduktif adalah rekayasa genetis untuk memperoleh
duplikat dari seorang individu yang sudah dewasa. Dalam teknologi ini, inti sel berisi materi genetik
difusikan ke dalam sel telur. Hasil fusi dirangsang dengan kejutan listrik agar
membelah membentuk embrio yang kemudian diimplementasikan ke dalam uterus agar
berkembang menjadi janin (Wilmut, et.al. 1997).
Kloning
reproduktif pertama kali dilakukan oleh seorang Ilmuan Inggris, John Gurdon.
Beliau berhasil melakukan kloning pada katak. Kemudian para peneliti dengan antusias
melakukan percobaan lain pada mamalia. Sampai dengan tahun 1996 tepatnya 5
Juli, Ian Wilmut dan para peneliti yang lain dari Roslin Institute di
Edinburg (Skotlandia) berhasil menciptakan biri-biri yang diberi nama Dolly,
akan tetapi penelitian ini dikatakan belum berhasil karena Dolly yang
seharusnya dapat mencapai umur 11 tahun ternyata hanya dapat mencapai umur 6
tahun. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Dolly mengalami penuaan dini,
menderita penyakit radang sendi, dan infeksi paru kronis.
Kloning
reproduktif mengandung arti suatu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan
individu baru atau teknologi yang digunakan untuk menghasilkan hewan yang sama
dengan menggunakan teknik SCNT. Genetika individu klon tidak seluruhnya
memiliki kesamaan dengan sang induk, persamaan genetika individu klon dengan
induknya hanya terletak pada inti DNA donor yang berada di kromosom. Individu
klon juga memiliki material genetik lainnya yang berasal dari DNA mitokondria
di sitoplasma. Teknologi kloning reproduktif dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya kepunahan hewan-hewan langka ataupun hewan-hewan sulit
dikembangbiakkan. Namun, laju keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah
seperti pada contoh yaitu Domba Dolly merupakan contoh kloning reproduktif yang
satu-satunya klon yang berhasil lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan.
Pada
kloning reproduktif ini sel donor yang berupa sel somatik (2n) diintroduksikan
ke enucleated oocyte. Keberhasilan proses aktivasi embrio konstruksi
secara kimiawi atau mekanik mengakibatkan terjadinya proses pembelahan sampai
ke tahap blastosit. Kemudian, embrio dimplantasikan ke dalam rahim untuk
dilahirkan secara normal. Berbeda pada kloning kesehatan yang setelah embrio
mencapai tahapan blastosit, embrio dikultur secara in vitro untuk
didiferensiasikan menjadi berbagai jenis sel untuk kegunaan terapeutik atau
kesehatan.
Sampai
saat ini, hewan klon yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup banyak, di
antaranya adalah domba, sapi, kambing, kelinci, kucing dan mencit. Sementara
itu, tingkat keberhasilan kloning masih rendah pada hewan anjing, ayam, kuda,
dan primata. Masalah yang kerap kali timbul dalam kloning reproduktif adalah
biaya dan efisiensinya. Penelitian dalam kloning reproduktif membutuhkan biaya
yang sangat tinggi dan tingkat kegagalannya tinggi. Di samping tingkat
keberhasilan yang rendah, hewan klon cenderung mengalami masalah defisiensi
sistem imun serta sangat rentan terhadap infeksi, pertumbuhan tumor, dan
kelainan-kelainan lainnya.
Penyebab
timbulnya berbagai masalah di atas adalah adanya kesalahan saat pemrograman
material genetik (reprogramming) dari sel donor. Kesalahan pengkopian
DNA dari sel donor atau yang lebih dikenal dengan sebutan genomic imprinting
akan mengakibatkan terjadinya perkembangan embrio yang abnormal. Berbagai
contoh abnormalitas yang terjadi pada klon mencit adalah obesitas, pembesaran
plasenta (placentomegally), kematian pada usia dini.
Parameter
yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam SCNT adalah kemampuan
sitoplasma pada sel telur untuk mereprogram inti dari sel donor dan juga
kemampuan sitoplasma untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan secara
epigenetik selama dalam perkembangannya. Dari semua penelitian yang telah
dipublikasikan, tercatat hanya sebagian kecil saja dari embrio hasil
rekonstruksi (menggunakan sel somatik dewasa atau fetal) yang berkembang
menjadi individu muda yang sehat.
c.
Kloning Terapeutik (Therapeutic Cloning)
Kloning
terapeutik adalah rekayasa genetis untuk memperoleh sel, jaringan atau organ
dari satu individu tertentu untuk tujuan pengobatan atau perbaikan kesehatan.
Dari embrio hasil rekonstruksi ‘DNA-sel telur”, diambil sel-sel bakalnya yang
disebut dengan istilah stem cell. Stem cell adalah sel bakal yang dapat
berkembang menjadi berbagai macam jaringan atau organ sesuai dengan induktor
atau rangsangan. Melalui kloning terapeutik ini dapat dikatakan suplai jaringan
dan organ menjadi tidak terbatas, sehingga seseorang yang memerlukan cangkokan
jaringan atau organ tidak perlu menunggu lama tanpa kepastian.
Keuntungan
sel induk dari embrio di antaranya ia mudah didapat dari klinik fertilitas,
bersifat pluripoten sehingga dapat berdiferensiasi menjadi segala jenis sel
dalam tubuh, berumur panjang karena dapat berpoliferasi beratus kali lipat pada
kultur, reaksi penolakan juga rendah. Namun, sel induk ini berisiko menimbulkan
kanker jika terkontaminasi, berpotensi menimbulkan penolakan, dan secara etika
sangat kontroversial.
Sel
punca memiliki potensi yang sangat menjanjikan untuk terapi berbagai penyakit
sehingga menimbulkan harapan baru untuk mengobatinya. Sampai saat ini, ada 3
golongan penyakit yang dapat diatasi dengan penggunaan sel punca, di antaranya
adalah: penyakit autoimun, contoh penyakit lupus, penyakit degeneratif,
contoh stroke, parkinson, alzheimer, penyakit kanker, contoh leukemia.
Sel
punca embrionik sangat prakstis dan mudah dikembangkan menjadi berbagai macam
jaringan sel, seperti neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast, dan
sebagainya. Oleh karena itu, sel punca embrionik dapat digunakan untuk
transplantasi jaringan yang rusak. Selain itu, sel punca embrionik memiliki
tingkat imunogenisitas yang rendah selama belum mengalami diferensiasi. Salah
satu cara untuk menghindari terjadinya graft versus host disease (GVHD)
adalah dengan menggunakan sel punca embrionik dengan sel somatik yang bersumber
dari pasien itu sendiri sehingga tidak akan ada penolakan lagi terhadap sistem
imunnya.
Dengan
menggunakan teknologi SCNT, sel punca embrionik yang dihasilkan akan identik
dengan induknya (dalam hal ini adalah pasien itu sendiri). Hal itu
mengakibatkan tidak akan adanya reaksi penolakan terhadap system imun pasien
apabila dilakukan transplantasi. Secara
teoritis, teknik SCNT memiliki potensi besar dalam dunia kesehatan karena dapat
dipergunakan untuk transplantasi berbagai organ dan jaringan pada manusia.
Secara singkat tahapan untuk melakukan kloning terapeutik pada manusia adalah mengambil biopsy sel somatik dari
tubuh pasien dan inti dari sel somatik tersebut ditransfer ke dalam sel telur
donor yang telah dikeluarkan intinya.
Sel
telur hasil manipulasi dikultur sampai ke tahapan tertentu dan setelah
mengalami berbagai proses akan didapatkan sel punca embrionik. Sel punca
embrionik ini diarahkan perkembangannya menjadi suatu jaringan atau organ
tertentu yang akan dapat digunakan untuk transplantasi jaringan atau organ dan
tidak akan mengalami rejeksi sistem imun pada pasien itu sendiri.
Proses
produksi sel punca embrionik melalui teknik SCNT dapat dijelaskan secara rinci
pada gambar 5. Dengan menggunakan bantuan mikroskop, pergerakan sel telur
ditahan dengan holding pipette. Kemudian, DNA dari sel somatik pasien (yang
berada di dalam injection pipette) diintroduksikan ke dalam sel telur
enucleated. Sel telur hasil manipulasi dikultur secara in vitro menjadi blastosit
selama 5-6 hari.
Pada tahap blastokis, sel-sel dari gumpalan sel dalam
masih belum berspesialisasi menjadi tipe-tipe sel tertentu, seperti saraf,
ginjal, atau sel-sel otot. Itulah sebabnya, mereka disebut sel-sel induk. Dan,
karena sel-sel itu menghasilkan hampir semua jenis tipe sel yang berbeda di
dalam tubuh, mereka dikatakan bersifat pluripoten.32 Lalu, cell mass diisolasi dan
dikultur di cawan petri sehingga akan berkembang menjadi sel punca embrionik
yang memiliki profil imunologi yang sama dengan pasien.
1.
Prosedur dan Mekanisme Kloning Pada Manusia
Secara teoretis, prosedur dan mekanisme kloning terhadap makhluk
hidup sedikitnya harus melalui empat tahap yang diurutkan secara sistematis.
Keempat tahap itu adaah isolasi fragmen DNA, penyisipan fragmen DNA ke dalam
vektor, transformasi, dan seleksi hasil kloning. Dalam tataran aplikasi,
rentetan proses kloning dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa langkah
konkrit berikut, yaitu:
1.
Mempersiapkan sel stem, yaitu suatu sel
awal yang akan tumbuh menjadi berbagai sel tubuh. Sel ini diambil dari makhluk
hidup yang hendak dikloning.
2.
Sel stem
diambil inti selnya yang mengandung informasi genetik kemudian dipisahkan dari
sel.
3.
Mempersiapkan sel telur, yaitu sebuah sel yang
diambil dari makhluk hidup dewasa kemudian intinya dipisahkan.
4.
Inti sel
dari stem diimplementasikan ke sel telur.
5.
Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan.
Setelah membelah menjadi embrio.
6.
Sel embrio yang terus membelah (disebut blastosis)
mulai memisahkan diri dan siap diimplementasikan ke dalam rahim.
7.
Embrio tumbuh dalam rahim menjadi janin dengan
kode genetik persis sama dengan sel stem donor.
1.
Manfaat Kloning
Secara garis besar kloning bermanfaat untuk :
a.
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Manfaat
kloning terutama dalam rangka pengembangan biologi, khususnya reproduksi - embriologi
dan diferensiasi. Dengan pengembangan ilu pengetahuan baru di bidang
bioteknologi akan membuka peluang lebar bagi peneliti untuk menemukan cara baru
lagi untuk memecahkan masalah-masalah yang berujung pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
b.
Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit
unggul
Seperti
telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yang serupa
tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada domba,
kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil dari
bibit unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul
tersebut. Sifat unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan
dengan teknik transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen
yang dikehendaki, sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan yang
lebih unggul.
c.
Untuk tujuan diagnostik dan terapi
Sebagai
contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan penyakit genetika thalasemia
mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk tidak mempunyai anak.
Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen dengan terlebih dahulu
dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu klon blastomer
tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia mayor,
maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer yang lain,
sebelum dikembangkan menjadi blastosit.
Contoh
lain adalah mengkultur sel pokok (stem cells) in vitro, membentuk organ
atau jaringan untuk menggantikan organ atau jaringan yang rusak. Mengingat
fakta bahwa sel dapat dimanipulasi untuk meniru jenis sel lain ini dapat
memberikan cara baru untuk mengobati penyakit seperti kanker dan Alzheimer.
Kloning juga menawarkan harapan kepada orang yang membutuhkan transplantasi
organ. Orang - orang yang membutuhkan transplantasi organ untuk bertahan hidup
akibat suatu penyakit sering menunggu bertahun-tahun untuk donor mendapatkan
donor yang cocok. Dengan teknologi
kloning maka pasien tidak perlu menunggu lama untuk donor transplantasi organ
tersebut.
d.
Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil
mempunyai turunan
Manfaat
yang tidak kalah penting adalah bahwa kloning manusia dapat
membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan. Secara medis
infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit, sedangkan secara psikologis ia
merupakan kondisi yang menghancurkan atau membuat frustasi. Salah satu bantuan
ialah menggunakan teknik fertilisasi in vitro (in vitro fertilization/IVF).
Namun IVF tidak dapat menolong semua pasangan infertil. Misalnya bagi seorang
ibu yang tidak dapat memproduksi sel telur atau seorang pria yang tidak dapat
menghasilkan sperma, IVF tidak akan membantu.
Dalam
hubungan ini, maka teknik kloning merupakan hal yang revolusioner sebagai
pengobatan infertilitas, karena penderita tidak perlu menghasilkan sperma atau
telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel somatik dari manapun diambil, sudah
memungkinkan mereka punya turunan yang mengandung gen dari suami atau istrinya.
e.
Melestarikan Spesies Langka
Meskipun
upaya terbaik dari konservasionis di seluruh dunia, beberapa spesies
yang hampir punah. Kloning Dolly sukses merupakan langkah pertama dalam
melindungi satwa langka. Contoh lainnya adalah hasil cloning yang melahirkan
Noah, hewan gaur (spesies dari Asia Tenggara yang mirip bison), yang
merepresentasikan percobaan pertama yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk
mengkloning hewan yang terancam punah. Para ilmuwan di Amerika berharap bisa
mengambil langkah besar dalam upaya melindungi spesies yang terancam punah
dengan melahirkan kloningan gaur di sebuah peternakan di Iowa.
f.
Meningkatkan pasokan makanan
Kloning
dapat menyediakan sarana budidaya tanaman yang lebih kuat dan lebih tahan
terhadap penyakit, sambil menghasilkan produk lebih. Hal yang sama bisa terjadi
pada ternak serta di mana penyakit seperti penyakit kaki dan ulut bisa menjadi eradicated.
Kloning karena itu bisa secara efektif memecahkan masalah pangan dunia dan
meminimalkan atau mungkin kelaparan.
2.
Efek Negatif Kloning
a.
Kloning membatasi variasi genetik, keragaman
populasi akan hilang, akibatnya setiap orang memiliki respon yang sama
Jika kloning
pada tanaman bertujuan menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat-sifat
identik dengan induknya maka kloning pada tanaman akan menghasilkan individu
baru yang sama dengan sifat induknya. Hal ini hal ini akan menurunkan
keanekaragaman tanaman baru yang dihasilkan. Tentu hal ini akan menurunkan
keanekaragaman tanaman baru yang dihasilkan. Akibatnya, keanekaragaman tumbuhan
yang merupakan sumber daya alam hayati pun akan semakin menurun (Kusmaryanto, 2001).
Demikian
juga kloning pada hewan, akan menurunkan keanekaragaman hewan. Keanekaragaman
genetik memainkan peran yang sangat penting dalam sintasan dan adaptabilitas
suatu spesies, karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi gen yang
kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi. Spesies
yang memiliki derajat keanekaragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan
memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi. Seleksi yang memiliki
sangat sedikit variasi cenderung memiliki risiko lebih besar. Dengan sedikitnya
variasi gen dalam spesies, reproduksi yang sehat akan semakin sulit, dan
keturunannya akan menghadapi permasalahan yang ditemui.
b.
Kloning pada hewan dan manusia masih
dipertentangkan karena akibat yang ditimbulkan seperti contohnya: resiko
kesehatan terhadap individu hasil kloning.
Beberapa
kalangan berpendapat bahwa kloning manusia dapat disalahgunakan untuk
menciptakan spesies atau ras baru dengahn tujuan yang bertentangan dengan nilai
kemanusiaan. Lagipula, kloning pada mamalia belum sepenuhnya sempurna. Dapat
dilihat dari domba Dolly yang menderita berbagai penyakit dan berumur pendek.Setelah
hidup hanya 6 tahun (umur domba biasanya mencapai 11-12 tahun), Dolly mati muda
disebabkan penyakit paru-paru yang biasanya menyerang domba-domba yang lanjut usia.
Dolly juga mengidap penyakit arthritis, mengerasnya sendi-sendi dan engsel
tulang, lagi-lagi penyakit yang biasa ditemukan pada domba yang sudah mulai
uzur.
Penelitian
sesudah kematiannya, menunjukkan bahwa Dolly memiliki telomer yang lebih
pendek daripada domba normal seusianya. Telomer adalah bagian yang
melindungi ujung-ujung kromosom (bundelan rantai DNA) yang memendek setiap kali
sebuah sel membelah, atau boleh dikatakan setiap saat individu itu bertumbuh.
Individu hasil kloning sel-selnya diperoleh dari induknya. Ini berarti umur
sel-sel hasil kloning pun sama dengan umur sel-sel induknya. Oleh karena itu,
individu hasil kloning pun akan memiliki umur sama dengan induknya. Dolly
dikloning dari domba yang berusia 6 tahun dan hasil penelitian ini seolah-olah
menunjukkan bahwa tubuh Dolly sudah berumur 6 tahun pada saat dilahirkan.
c.
Terjadi kekecauan kekerabatan dan identitas
diri dari klon maupun induknya.
Klon
atau individu hasil cloning akan diangggap sebagai kopian dari individu lain
yang dianggap sebagai induknya karena memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Sehinggga terjadi kekacauan apakah status klon tersebut adalah anak atau
merupakan kembaran dari individu aslinya (Kusmaryanto, 2001).
Teknik
yang dipakai dalam kloning manusia dianggap tidak aman dan efektif. Hal ini
justru dapat merendahkan martabat manusia karena resiko kerusakan masih sangat
tinggi. Hal ini tidak etis karena hasil yang akan dicapai dengan program itu
masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan resiko kerusakan yang dihasilkan
oleh teknik kloning tersebut.
d.
Ketidakadilan Sosial.
Biaya
yang dibutuhkan dalam kloning tentu akan sangat besar, dan hanya orang-orang
kayalah yang mampu membuat kloning. Hal ini tentu akan semakin memperlebar
jurang antara orang kaya dan orang miskin
e.
Melanggar hak untuk dikandung secara natural.
Setiap
individu memiliki hak untuk dikandung secara natural oleh ibunya. Dalam
kloning, terbentuknya embrio terjadi dibawah rekayasa manusia (tidak secara
natural), dan terjadi tidak di dalam rahim seorang perempuan.
f.
Pelanggaran terhadap martabat prokreasi.
Prokreasi
terjadi dengan adanya persatuan seksualitas manusia antara laki-laki perempuan
secara natural (ada hubungan seksual).
g.
Pada Kloning terapeutik.
Jumlahnya
sel somatik sedikit, sangat jarang ditemukan pada jaringan matur sehingga sulit
mendapatkan sel somatik dalam jumlah banyak. Penggunaan SCNT dalam kloning
terapeutik demi memperoleh embryonic stem cell yang juga merusak embrio hasil
SCNT tidak dapat dibenarkan secara moral (Saputra, 2006).
3.
Pandangan beberapa agama Terhadap Kloning
Manusia
a.
Islam
Untuk
menetapkan hukum Kloning, para ulama kontemporer menggunakan ijtihad insya’i
karena persoalan tersebut belum dibahas dalam kitab-kitab fiqh klasik.
1)
Ditinjau dari sisi hifzh al-din
(memelihara agama), kloning manusia tidak membawa dampak negatif terhadap
keberadaan agama.
2)
Ditinjau dari sisi hifzh al-nafs
(memelihara jiwa), kloning tidak menghilangkan jiwa bahkan justru melahirkan
jiwa yang baru.
3)
Dilihat dari sisi hifzh al-‘aql (memelihara
akal), memelihara manusia kloning juga tidak mengancam eksistensi akal, bahkan
keberhasilan Kloning yang sempurna dapat membuat manusia mempunyai akal cerdas.
4)
Namun jika dilihat dari sisi hifzh al-nasl
(memelihara keturunan), kloning manusia dipertanyakan. Dalam pandangan islam,
masalah keturunan merupakan sesuatu yang sangat essensial, karena keturunan
mempunyai hubungan erat dengan hukum yang lain seperti pernikahan, warisan,
muhrim, dan sebagainya. Dan apabila ditinjau dari sisi hifzh al-mal
(memelihara harta), akan terkait dengan mashlahat dan mafsadat yang diperoleh
dai usaha pengkloningan. Andaikata Kloning terhadap manusia hanya akan
menghambur-hamburkan harta, tanpa adanya keseimbangan dengan manfaat yang
diperoleh, maka Kloning menjadi terlarang.
Berkaitan dengan penciptaan manusia, Al-Qur’an
menyatakan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk paling sempurna di antara
seluruh makhluk yang ada di alam semesta. Hal itu secara tegas dinyatakan Allah
dalam surat At-Tin ayat: 4 yaitu: “Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Penjelasan Allah dalam A-Qur’an tentang
kesempurnaan penciptaan manusia di antara segala makhluk ciptaan-Nya yang lain,
tentu tidak dapat dibantah oleh orang-orang beriman. Dengan menggunakan logika
sederhana dapat digeneralisasi bahwa sesuatu yang sudah sempurna, kemudian
disempuranakan lagi, tentu saja dapat menghilangkan sifat kesempurnaannya,
bahkan bisa berakibat rusak sama sekali.
Majma’ Buhuts Islamiyyah
Al-Azhar di kairo mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa Kloning manusia itu
haram dan harus di perangi serta di halang-halangi dengan berbagai cara. Naskah
fatwa itu juga menguatkan bahwa Kloning manusia telah menjadikan manusia yang
di muliakan Allah SWT menjadi objek penelitian dalam percobaan serta melahirkan
berbagai masalah pelik lainnya. Fatwa tersebut juga mensinyalir bahwa Islam
tidak menentang ilmu pengetahuan yang bermanfaat, bahkan sebaliknya, Islam
justru mendukung bahkan memuliakan para ilmuwan. Namun, bila ilmu pengetahuan
itu membahayakan serta tidak mengandung manfaat, maka Islam mengharamkan dengan
melindungi dari bahaya tersebut.
“Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak
Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari
yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas
kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan”. (QS. Al-Isra : 70).
Praktik Kloning manusia berimplikasi negatif
secara langsung pada hukum-hukum yang ditetapkan Al-Qur’an dan hadist, yaitu :
1)
Hubungan perkawinan.
Kloning
mampu memproduksi manusia tanpa melalui hubungan seksual. Dan proses tersebut
bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadist yang menetapkan bahwa untuk memperoleh
keturunan diharuskan melalui hubungan seksual yang di legislasi oleh sebuah
lembaga perkawinan yang sah.
2)
Warisan dan garis keturunan.
Kloning
dapat berakibat munculnya kesamaran dalam hal penentuan garis keturunan yang
akan mempengaruhi oleh hukum pembagian warisan.
3)
Pemeliharaan anak.
Kloning
juga dapat menimbulkan kesamaran dalam masalah kewajiban untuk memelihara dan
mendidik anak hasil produksi Kloning. Islam sangat memperhatikan hubungan
psikologis yang terjalin antara anak dan orang tua. Bila seorang anak lahir
dari hasil kloning, maka akan timbul kesulitan untuk memastikan siapakah sosok
ayah atau sosok ibu yang akan dijadikan tempat perlindungan psikologisnya.
b.
Kristen-Katolik
Pandangan Kristen mengenai proses kloning manusia
dapat ditelaah dalam terang beberapa prinsip Alkitabiah. Pertama, umat manusia
diciptakan dalam rupa Allah, dan karena itu, bersifat unik. Kejadian 1:26-27
menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam rupa dan gambar Allah, dan bersifat
unik dibandingan dengan ciptaan-ciptaan lainnya.
Jelaslah bahwa itu adalah sesuatu yang perlu dihargai
dan tidak diperlakukan seperti komoditas yang dijual atau diperdagangkan.
Sebagian orang mempromosikan kloning manusia dengan tujuan untuk menciptakan
organ pengganti untuk orang-orang yang membutuhkan pengcangkokan namun tidak dapat
menemukan donor yang cocok.
Pemikirannya adalah mengambil DNA sendiri dan
menciptakan organ duplikat yang terdiri dari DNA itu sendiri akan sangat
mengurangi kemungkinan penolakan terhadap organ itu. Walaupun ini mungkin
benar, masalahnya melakukan hal yang demikian amat merendahkan kehidupan
manusia. Proses kloning menuntut penggunaan embrio manusia; dan walaupun sel
dapat dihasilkan untuk membuat organ yang baru, untuk mendapatkan DNA yang
diperlukan beberapa embrio harus dimatikan. Pada hakikatnya kloning akan
“membuang” banyak embrio manusia sebagai “barang sampah,” meniadakan kesempatan
untuk embrio-embrio itu bertumbuh dewasa.
Mengenai apakah klon memiliki jiwa, kita lihat kembali
pada penciptaan hidup. Kejadian 2:7 mengatakan, “Ketika itulah Tuhan Allah
membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Inilah gambaran
Allah menciptakan jiwa manusia. Jiwa adalah siapa kita, bukan apa yang kita
miliki (1 Korintus 15:45).
Banyak orang percaya bahwa hidup tidak dimulai pada
saat pembuahan dengan terbentuknya embrio, dan karena itu embrio bukan
betul-betul manusia. Alkitab mengajarkan hal yang berbeda. Mazmur 139:13-16
mengatakan, “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku
dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat
dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.
Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi,
dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi
aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan
dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”.
Selanjutnya, Yesaya 49:1-5 berbicara mengenai Allah
memanggil Yesaya untuk melayani sebagai nabi ketika dia masih berada dalam
kandungan ibu. Yohanes Pembaptis juga dipenuhi dengan Roh Kudus ketika dia
masih berada dalam kandungan (Lukas 1:15). Semua ini menunjuk pada pendirian
Alkitab bahwa hidup dimulai pada saat pembuahan. Dalam terang ini, kloning
manusia, bersama dengan dirusaknya embrio manusia, tidaklah sejalan dengan
pandangan Alkitab mengenai hidup manusia.
Lebih dari itu, apabila manusia diciptakan, tentulah
ada Sang Pencipta, dan karena itu manusia tunduk dan bertanggung jawab kepada
Sang Pencipta itu. Sekalipun pandangan umum – pandangan psikologi sekuler dan
humanistik mau
orang percaya bahwa manusia tidak bertanggung jawab kepada siapapun kecuali
dirinya sendiri, dan bahwa manusia adalah otoritas tertinggi, Alkitab
mengajarkan hal yang berbeda. Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan
manusia, dan memberi manusia tanggung jawab atas bumi ini (Kejadian 1:28-29 dan
Kejadian 9:1-2). Tanggung jawab ini adalah akuntabilitas kepada Allah. Manusia
bukan penguasa tertinggi atas dirinya dan karena itu dia tidak dalam posisi
untuk membuat keputusan sendiri mengenai nilai hidup manusia. Ilmu pengetahuan
juga bukan otoritas yang menentukan etis tidaknya kloning manusia, aborsi, atau
eutanasia.
Menurut Alkitab, Allah adalah satu-satuNya yang
memiliki hak kedaulatan mutlak atas hidup manusia. Berusaha mengontrol hal-hal
sedemikian adalah menempatkan diri pada posisi Allah. Jelaslah bahwa manusia tidak boleh melakukan hal
demikian. Kalau kita melihat manusia semata-mata sebagai salah satu ciptaan dan
bukan sebagai ciptaan yang unik, dan manusia adalah ciptaan yang unik, maka
tidak sulit untuk melihat manusia tidak lebih dari peralatan yang perlu dirawat
dan diperbaiki. Namun kita bukanlah sekedar kumpulan molekul dan unsur-unsur
kimia. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Allah menciptakan setiap kita dan
memiliki rencana khusus untuk setiap kita. Lebih lagi, Dia menginginkan
hubungan pribadi dengan setiap kita, melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Sekalipun
ada aspek-aspek kloning manusia yang mungkin bermanfaat, umat manusia tidak
punya kontrol terhadap arah perkembangan teknologi kloning. Adalah bodoh kalau
beranggapan bahwa niat baik akan mengarahkan penggunaan kloning. Manusia tidak
dalam posisi untuk menjalankan tanggung jawab atau memberi penilaian yang harus
dilakukan untuk mengatur kloning manusia.
c.
Hindu
Ajaran agama Hindu memandang bahwa setiap orang
hendaknya dapat meningkatkan dirinya dengan memperdalam ilmu pengetahuan.
Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dapat menganalisa dengan tajam segala
sesuatu yang dihadapi melalui kekuatan intelektual yang dimilikinya.
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan ketajaman intelektual dan
kecerdasan diamanatkan dalam Kitab Suci Weda. Demikian pula mengasah ketajaman
intelektual bagaikan memiliki mata yang ketiga. Atas dasar sabda Tuhan Yang
Maha Esa inilah merupakan kewajiban bagi umat manusia untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan kecerdasan untuk kesejahteraan dan kebahagaiaan umat manusia.
Pada ajaran Hindu dikenal adanya Dewi Saraswati,
sebagai perwujudan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), yang melambangkan ilmu
pengetahuan dan kebijaksanaan, yang memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan
material dan spiritual. Oleh karena itu pengembangan ilmu pengetahuan hendaknya
tidak mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, moral, etika dan spiritual. Ini
berarti bahwa menurut ajaran Agama Hindu, ilmu pengetahuan tidak bebas nilai,
harus memperhatikan nilai-nilai moralitas dan etika. Ilmu pengetahuan akan mempunyai
makna bila senantiasa berlandaskan nilai moral, etika serta spiritual. Ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak boleh dilepaskan dari frame ajaran moral,
etika, dan spiritual (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2012).
Munculnya teknologi kloning hendaknya juga diarahkan
untuk tujuan mensucikan dan meningkatkan moral, etika dan spiritual umat
manusia. Cerita-cerita mitos keagamaan pada masa lalu meenggambarkan proses
kloning dan rekayasa genetika. Di dalam cerita Mahabarata digambarkan kelahiran
Kurawa yang dapat diinterpretasikan sebagai kloning. Kurawa yang berjumlah
seratus orang berasal dari gumpalan darah yang dieram kemudian berubah menjadi
manusia dengan sifat-sifat raksasa yang buas.
Dalam Kitab Puruna ditemukan cerita-cerita keagamaan
kuno yang menggambarkan lahirnya monster-monster hasil rekayasa genetika. Dalam
kekawain Bhomantaka diceriterakan tentang raksasa (monster) bernama Bhoma yang
dilahrkan karena perkawinan Visnu dengan Pertiwi. Akibat perkawinan ini
lahirlah monster raksasa yang sangat menakutkan yang kemudian menghancurkan
bumi dan surga. Monster ini kemudian berhasil dimisnahkan oleh Kresna. Secara
normal pengembangan jenis atau keturunan, masingmasing organisme oleh Tuhan
telah ditetapkan suatu rancangan pembiakan melalui rahim (jiwaja)
melalui bertelur (andaja) melalui biji (udbija) dan dengan panas (swedaja).
Selengkapnya diuraikan sebagai berikut: (Pudja & Sudharta, Tanpa tahun).
“Binatang
ternak, kijang, binatang pemakan daging yang bergigi dua baris, raksasa dan
manusia lahir dari kandungan”.
“Dari telur lahirlah burung-burung, ular,
buaya, ikan, kura-kura, dan binatang lain yang hidup di darat dan yang hidup di
air”.
“Demikian pula insek berlendir panas, insek
penyengat dan penggigit, kutu-kutu busuk dan semua jenis insek lahir karena
panas”.
“Semua jenis tanaman, baik yang tumbuh dari
biji atau dari tepung sari, yang tumbuh dari putik, demikian pula tumbuh
tumbuhan musiman yang berbunga dan berbuah banyak mati setelah lewat musim
berbuah”.
Tuhan menciptakan
manusia berpasang-pasangan sebagai lelaki dan perempuan untuk dapat
mengembangakan keturunan. Untuk menjadi ibu, wanita itulah yang diciptakan dan
untuk menjadi ayah laki-laki itulah yang diciptakan, karena itu upacara agama
ditetapkan dalam Wedda untuk dilaksanakan oleh suami bersama istri (manu Smerti: IX.96)
Dari kutipan
sloka-sloka itu terkandung isyarat dan prasyarat yang harus diperhatikan dalam
usaha mengembangkan keturunan, yaitu: Pertama, kelahiran manusia sebagai lelaki
atau perempuan adalah kodrat. Hidup yang baik adalah hidup yang sesuai dengan
kodrat itu sendiri yang sifatnya niscaya. Hidup yang sesuai dengan kodrat
adalah hidup yang baik karena dapat ikut ambil bagian dalam rencana Tuhan.
Kedua, untuk membentuk keluarga dengan maksud supaya ada keturunan, wajib
menempuh samsara wiwaha yang telah ditetapkan dalam Weda. Diluar itu dianggap
tidak sah. Ketiga, kodrat manusia untuk mengembangbiakkan keturunan melalui
proses kehamilan (rahim).
Kloning tidak lepas
dari proses seleksi, hal ini berarti akan mengorbankan fetus hasil kloning yang
tidak mempunyai kualitas yang baik. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya
bahwa sejak terjadi pertemuan antara sonita dan sukra maka sejak itulah telah
ada kehidupan. Kegiatan seleksi dengan meniadakan fetus-fetus tersebut berarti
melakukan pembunuhan. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran agama Hindu.
Salah satu alasan yang dikemukakan oleh para ilmuwan yang bermaksud melakukan
kloning manusia adalah untuk menolong pasangan suami istri yang mengalami
kesulitan mendapatkan keturunan secara alami maupun secara in vitro. Tidak
dapat disangkal keberadaan anak di dalam suatu keluarga merupakan suatu hal
yang penting. Kitab Weda pun juga menjelaskan betapa pentingnya keberadaan anak
di dalam suatu keluarga. Beberapa sloka menunjukkan hal tersebut, yaitu antara
lain:
“Sang Hyang Agni, Kami bebas dari hutang
setelah seorang putra lahir pada kami yang menghisap payudara ibunya dengan
riang gembira dan menginjak-injak tubuh ibunya itu”.
“Kita dapat menyeberangi lautan kehidupan
dengan memelihara garis keturunan/melahirkan putra saputra”.
Namun demikian hal
tersebut tidak dapat dijadikan alasan pembenar bagi kegiatan kloning manusia.
Karena pada hakekatnya mempunyai keturunan bukan satu-satunya tujuan
perkawinan. Menurut ajaran agama Hindu tujuan perkawinan adalah meliputi
dahrmasampatti (bersama suami istri mewujudkan pelaksanaan dharma), praja
(melahirkan keturunan) dan rati (menikmati kehidupan seksual dan kepuasan indria
lainnya). Jadi tujuan utama dalam perkawinan adalah melaksanakan dharma (Badan
Pembinaan Hukum Nasional, 2012).
d. Budha
Buddhisme menyatakan bahwa sel-sel tubuh tak dianggap
sebagai makhluk hidup. Yakni, tidak dikenal bahwa masing-masing sel, jaringan,
maupun organ di tubuh kita itu memiliki unsur batiniah (Pali: nama). Jadi sel
ovum dan sperma bukanlah termasuk makhluk hidup yang memiliki kesadaran. Tetapi
setelah terjadinya pembuahan (bersatunya ovum dan sperma), maka terbentuklah
secara perlahan-lahan sel-sel yang akan tumbuh menjadi fetus melalui proses
yang dikenal sebagai embryogenesis. Bayi yang lahir tersebut memiliki unsur
batiniah (nama) dan fisik (rupa).
Badan Pembinaan Hukum Nasional (2012) menjelaskan pada
therapeutic cloning (kloning jaringan dan organ), stem cell terbentuk sekitar
4-5 hari setelah pembuahan (fertilization). Dalam tahap ini, tidak ditemukan
bukti-bukti adanya kesadaran. Karena kesadaran sangat erat hubungannya dengan
sistem syaraf, yakni tanpa sistem syaraf kesadaran kita tak akan berfungsi,
maka patut kita teliti kapan mulai terbentuknya sistem syaraf dalam proses
embryogenesis ini.
Proses terbentuknya sistem syaraf dalam embryogenesis
dikenal sebagai neurulation, dan prosesnya dimulai sekitar minggu ketiga
setelah pembuahan (Ref: Am J Med Genet C Semin Med Genet, 135C(1): 2-8). Ini
adalah saat yang paling awal embryo tersebut dapat dikatakan memiliki sistem
syaraf. Saat ini sistem syarafnya masih baru saja mulai terbentuk, dan tentunya
masih jauh dari selesai. Oleh karena alasan inilah, maka tahap embryogenesis di
hari 4-5 post-fertilization itu masih belum dapat tergolong sebagai makhluk hidup.
Dan pengambilan stem cell dari tahap embryogenesis ini seharusnya tak dianggap
sebagai pembunuhan karena belum dapat tergolong sebagai makhluk hidup, yakni
belum terdapat bukti telah terbentuknya kesadaran. Dari argumen ini, maka
therapeutic cloning, andaikata saja dilakukan di minggu pertama pembuahan, tak
dapat disebut sebagai pembunuhan. Dengan sendirinya, praktek therapeutic
cloning seharusnya tidak dianggap bertentangan dengan etika Buddhis (Badan
Pembinaan Hukum Nasional, 2012).
Menanggapi reproductive cloning, buddhisme
berpendapat bahwa munculnya/terbentuk nya makhluk hidup bukanlah berasal dari
hasil ciptaan, akan tetapi berasal dari kegelapan batin (Ref: Samyutta Nikaya
12.2). Karena kegelapan batin inilah, makhluk bertumimba lahir. Dengan lenyapnya
kegelapan batin ini, maka lenyap juga tumimba lahir ini. Di sini tidak dikenal
adanya ‘ego’ (roh, inti, keabadian mutlak), dan makhluk hidup terus bertumimba
lahir dikarenakan kegelapan batin ini. Ajaran ini dikenal juga sebagai hukum
sebab akibat (Pali: paticcasamupada), yakni terbentuknya segala sesuatu adalah
karena adanya penyebab. Dengan berakhirnya penyebab tersebut, maka berakhir
pula akibatnya. Oleh karena itu, konsep reproductive cloning tidak dapat
dikatakan bertentangan dengan ajaran Buddha.
Kloning sebenarnya bukanlah proses ilmiah yang aneh
dalam pandangan Buddisme karena Buddhisme selalu memandang segala sesuatu
sebagai rantaian sebab akibat. Proses cloning hanya dapat berhasil setelah
ilmuwan mengerti sebab akibatnya, yakni embryo dapat terbentuk dari hasil
pembelahan sel ovum yang bernucleus diploid (2 set kromosom). Dengan
menyediakan kondisi yang cocok untuk perkembangan embryo, maka tak heran bayi
akan terbentuk. Jadi bila kondisi yang tepat ada, maka akan bersatulah unsur
batiniah (nama) dan fisik (rupa) yang kemudian akan lahir menjadi seorang bayi.
Walau dalam aspek filsafat, reproductive cloning tak bertentangan dengan
ajaran Buddha, akan tetapi dalam aspek pragmatic, reproductive cloning
masih mengalami banyak permasalahan teknis.
Banyak bukti-bukti yang
menunjukan bahwa clone memiliki abnormalitas yang belum jelas
penyebabnya. Ilmuwan berpendapat bahwa inti sel yang diambil dari induk
tersebut mungkin tak optimal untuk dipakai dalam kloning karena semakin
pendeknya telomer (ujung DNA akan menjadi semakin pendek setiap kali sel
membelah diri). Banyak clone yang tak dapat hidup sepanjang usia induk mereka.
Maka ilmuwan seharusnya memikul tanggung jawab yang berat ini, dan seharusnya reproductive
cloning tidak dipraktekkan, apalagi dalam skala besar, sampai setelah
permasalahan teknis ini telah dapat ditanggani. Tetapi tentunya untuk
menanggani permasalahan teknis ini diperlukan percobaan, eksperimen (Badan
Pembinaan Hukum Nasional, 2012)
No comments:
Post a Comment