1.
Pengertian
Merupakan metode untuk
mengubah sikap, menjelaskan peran pemberdayaan pada proses pembangunan.
Memikirkan bagaimana pemberdayaan perempuan dan makna persamaan dalam praktek
serta seberapa jauh suatu intervensi akan mendukng pemberdayaaan. Di desain
oleh Sara Hlupekile Longwe, konsultan gender dan pembangunan di Zambia.
Pemberdayaan didefenisikan sebagai sesuatu yang memungkinkan perempuan
mengambil tempat yang sama dengan laki-laki, dan terlibat secara sama dalam pross
pembangunan untuk mencapai kontrol ats faktor0faktor produksi di atas landasan
yang sama dengan laki-laki.
2.
Kelebihan
a.
Memungkinkan penilaian tentang manfaat dan apa
yang masih harus dikerjakan
b.
Mampu menjelaskan peran pemberdayaan dalam
pembangunan karena sebelumnya tidak diakui atau dihargai.
c.
Memiliki perspektif politik yang sangat kuat.
3.
Kekurangan
a.
Statis, tidak mengindahkan situasi berubah
b.
Melihat hubungan hanya berkenaan dengan
persamaan, bukan sistem hak, klaim, tanggung jawab
c.
Tidak mempertimbangkan bentuk ketidakadilan
lain
4.
Kerangka
Kerangka
Longwe berfokus langsung pada penciptaan situasi/pengkondisian di mana masalah
kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Longwe menciptakan
jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan (equality)
di mana ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak
pernah sama dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal). Pengambilan
keputusan (kontrol) merupakan puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan (equality).
Dalam
assessment proyek, kerangka Longwe bisa diturunkan menjadi dua alat:
a.
Level kesederajatan (Equality level)
Tujuan utama alat ini adalah untuk menilai apakah sebuah
proyek/program intervensi pembangunan mampu mempromosikan kesederajatan dan
pemberdayaan perempuan atau tidak. Asumsi dasar dibalik alat ini adalah bahwa
titik tercapainya kesederajatan (equality) antara perempuan dan laki-laki
mengindikasikan level pemberdayaan perempuan. Ada lima level dalam aras
kesederajatan dan pemberdayaan yang perlu dicermati: Bentuk ini, menurut saya,
seolah mengikuti alur pikirnya Abraham Maslow tentang teori hierarki of human
needs, dengan meletakan kebutuhan dasar-praktikal pada titik yang paling bawah
dan kebutuhan ”aktualisasi diri” sebagai kebutuhan tertinggi diterjemahkan sebagai
”kontrol dan decision making”. Tentunya, ilustrasi ini memiliki kelemahan dan
terkesan dipaksakan.
Tabel
Level kesederajatan dan pemberdayaan
Equality
|
Pemberdayaan
|
|||
Perempuan
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Laki-laki
|
|
Kontrol (Decision
Making)
|
||||
Partisipasi
|
||||
Kesadaran Kritis
(Conscienticicao)
|
||||
Akses
|
||||
Welfare (kebutuhan dasar-praktis)
|
Anak panah di atas menunjukan arah peningkatan menuju
pemberdayaan dan equality.
1)
Tingkat
Pemberdayaan uraian
tindakan untuk pemberdayaan permasalahan kontrol tingkat tertinggi dari ketidak
adilan dan pemberdayaan gender perwakilan setara, peran aktif dalam
pengembangan, diakuinya sumbangan masing-masing.
2)
Partisipasi
Perempuan telah
mencapai tingkat dimana mereka mengambil keputusan disamping laki-laki
mengorganisir diri bekerja dalamkelompok, maka mereka akan memperoleh
perwakilan cara-cara apa yang harus digunakan ?.
3)
Kesadaran Khusus
Kesadaran bahwa
permasalahan bersifat struktural dan berasal dari diskriminasi yang melembaga. Kesadaran
tentang peran mereka dalam menguatkan atau mengubah keadaan yang merugikan apa
yang harus dilakukan ?.
4)
Akses
Menyangkut kesetaraan
akses terhadap sumber daya dan manfaat kesadaran bahwa tidak adanya akses
merupakan penghalang terjadinay peningkatan dan kesejahteraan mengapa kita
mempunyai permasalahan ?.
5)
Kesejahteraan
Hanya menangani
kebutuhan dasar tanpa mencoba memecahkan penyebab struktural yang menjadi akar
masalah pemberdayaan mencakup kehendak untuk memahami permasalahan yang
dihadapi dan kebutuhan.
b.
Isu Spesifik Perempuan –
dengan tujuan pada pengenalan akan kebutuhan spesifik perempuan.
Asumsi utamanya adalah
bahwa semua isu perempuan berkaitan dengan equality dalm peran sosial dan
ekonomis. Tiga level pengenalan atas isu perempuan di dalam proyek adalah
negatif, netral dan positif.
5.
Contoh Kasus
Seorang ibu datang ke BPS bidan X, berusia
17 tahun, postpartum hari keempat. Status obstetrinya ialah P1A0. Ibu diantar
keluarganya ke klinik dengan keluhan demam tinggi. Hasil pemeriksaan fisik
: TD : 100/80 mmHg, P : 100 x/menit, N : 28 x/menit, S : 38.6°C, riwayat demam
pada hari ke tiga postpartum, TFU 1 jari dibawah pusat, Lokea
Rubra berbau. Riwayat Kehamilan : ANC (-), status belum
menikah, pernah mencoba untuk aborsi dengan minum obat-obat tradisional,
stress psikologis antepartum (+). Riwayat Persalinan: Ditolong
oleh dukun.
Tingkat Pemberdayaan
|
Uraian
|
Tindakan Untuk Pemberdayaan
|
Permasalahan
|
Kesejahteraan
|
Tingkat
kesejahteraan keluarga Ny. X dapat dikatakan dalam tingkat ekonomi menengah
kebawah dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat
|
Perhatian
pemerintah agar lebih menyeluruh sampai ke pelosok desa.
|
Kurangnya
pengetahuan keluarga tentang kesehatan reproduksi dan bahaya seks
bebas.
|
Akses
|
Kurang mendapatkan
informasi tentang kesehatan reproduksi dan bahaya seks bebas
|
Membuka akses informasi
seluas-luasnya di seluruh lapisan masyarakat
|
Ketidak aktifan petugas
kesehatan dalam mensosialisasikan kesehatan reproduksi dan bahaya seks bebas.
|
Penyadaran
|
Tidak
adanya kesadaran istri dan suami tentang kesehatan reproduksi dan bahaya seks
bebas.
|
Memberi
penyuluhan secara terus-menerus tentang kesehatan reproduksi dan bahaya seks
bebas
|
Mengubah
pola fikir keluarga terhadap pentingnya memahami kesehatan reproduksi dan
bahaya seks bebas
|
Partisipasi
|
Ny. X tidak dilibatkan
dalam proses pengambilan keputusan.
|
Mengikut sertakan wanita
dalam pengambilan keputusan
|
Memberikan konseling kepada
keluarga tentang kesehatan reproduksi dan bahaya seks bebas
|
Kontrol
|
Terjadinya
penyetaraan gender khususnya dalam keluarga
|
Mengawasi
kemajuan dari langkah-langkah yang telah dilakukan
|
Memantau
perkembangan kesetaraan gender di masyarakat.
|
No comments:
Post a Comment